Subscribe Us

Legenda Saridin Syekh Jangkung Yang Penuh Karomah



Karomah Syekh Jangkung bernama asli Saridin ini melegenda hingga saat ini. Terungkaplah apa rahasia dibalik sosok sederhana yang sejak kecil dikenal wali ‘njadab’ ini dalam ajaran Syekh Jangkung yang ditulis Syekh Jangkung yaitu “Suluk Saridin”.

Suluk ini adalah bukti bahwa Syekh Jangkung adalah sosok penyebar Agama Islam di wilayah Grobogan (masa hidup Syekh Jangkung muda dan wilayan Pati (ketika dewasa) dan sekitarnya. Ajaran-ajaran Islam yang diajarkan para gurunya diteladani dan disebarkan di desa-desa dari mulut ke mulut. Tuah karomah sejarah hidupnya menjadi daya tarik bagi orang-orang Jawa. Mereka yang awalnya beragama Budha, Hindu dan animisme berdatangan ke Syekh Jangkung untuk belajar agama Islam.

Namun Syekh Jangkung adalah sosok guru yang sederhana. Selama hidupnya dia memilih untuk menjadi seorang petani lugu yang tinggal di Desa Landoh, Pati hingga akhir hayatnya. Masa kecil, dia dipanggil Saridin alias Raden Syarifudin putra dari Raden Singa Parna (Syeh Syafi’i) bersama ibu Robi’ah Attaji (Sekar Tanjung). Makam beliau berada di Ds. Landoh kec. Kayen Kab. Pati. Disekitar makam tersebut juga terdapat beberapa makam: Makam istri-istri beliau RA. Retno Jinoli dan RA. Pandan Arum dan Makam bakul legen, Prayoguna dan Bakirah.

LUGU DAN SEDERHANA Dikisahkan dalam  Babad Tanah Jawa dan kesaksian dari mulut ke mulut di masyarakat, semasa kanak-kanak Saridin adalah seseorang yang lugu dan karena keluguannya itu pula dia sering ditipu dan dimanfaatkan oleh orang lain.

Syahdan pada suatu hari, dia dan saudara iparnya yang bernama Branjung, diberi oleh orang tuanya warisan satu pohon durian yang banyak buahnya. Kesepakatan terjadi, Saridin memperoleh jatah duren yang jatuh pada saat malam hari, dan Branjung mendapat jatah duren yang jatuh siang hari. Tapi sesungguhnya itu kesepakatan itu hanya akal-akalan Branjung.  Saat malam tiba, Branjung menyamar sebagai harimau dengan tujuan menakut-nakuti Saridin mendekati pohon duren yang saat itu ditunggu Saridin.  Alih-alih berlari, Saridin  yang saat itu membawa batang pohon tebu memukul  sampai mati harimau yang datang padanya –padahal, Harimau itu tidak lain Branjung.

Berita kematian Branjung  dengan cepat menyebar ke seantero Pati. Saridin lah yang membunuh Branjung. Saridin pun diadili dan dihukum setimpal oleh pengadilan di Pati yaitu  penjara. Sadirin menjalani masa hukuman tersebut dengan sabar.

Keluar dari penjara setelah menjalani hukuman, Saridin mulai mencari ilmu dengan nyantri di pondok di Kudus yang saat itu diasuh oleh Sunan Kudus.

Hubungan santri – kyai antara Saridin dan Sunan Kudus menghasilkan hubungan yang unik. Sunan Kudus mengakui bahwa Saridin adalah santri yang penuh karomah karena memiliki ilmu Kun Fayakun, ilmu Sabdo Dadi, apa yang diucapkan langsung terkabul.

Dikisahkan percakapan yang melegenda antara keduanya.

Sunan Kudus: “Apakah setiap air  harrus ada ikannya, Din?”

Saridin: “Ada, guru “

Mendengar jawaban dari Saridin, Sunan Kudus terheran-heran dan mengutus santri lain untuk mengambil pohon kelapa untuk membuktikan jawaban Saridin.

Begitu kelapa dipecah terjadilah keajaiban: di dalam batok kelapa itu  ada ikannya sungguhan.

Sunan Kudus diam-diam kagum dengan karomah Sarridin. Namun, dibalik kekagumannya itu, Sunan Kudus iri karena khawatir nantinya akan kalah popular dari Saridin. Namun rasa gengsi sang kyai tidak mungkin mengutarakan isi hatinya yang kagum.

Kejadian lain terkait karomah Saridin pada suatu ketika, di pondok Sunan Kudus ada kerja bakti mengisi bak mandi.  Para santri bahu membahu mengisinya dengan ember. Saridin yang berniat membantu harus kecewa karena ember sudah habis dipakai santri lain. Para Santri mengolok-olok Saridin agar membantu mengisi bak mandi namun menggunakan keranjang dari bambu yang jelas tidak mungkin bisa dipakai untuk menampung air.

Saridin yang lugu pun mengambil keranjang dan secepat kilat digunakannya keranjang itu untuk mengisi bak mandi. Sekali keranjang bambu dimasukkan air sumur dan diguyurkan ke bak mandi tiba-tiba bak mandi langsung terisi penuh. Semua santri terheran-heran, takjub dengan kejadian diluar akal ini.

Banyak karomah dari  Saridin membuat Sunan Kudus memutuskan untuk mengusir santri ini dari pondoknya. “Saridin orang yang suka pamer, di pondok ini untuk belajar agama Islam, bukan untuk pamer kesaktian” kata Sunan Kudus kepada  santri –santrinya.

Gundah gulana dalam pengusirannya, Saridin memutuskan untuk belajar langsung ke Syekh Malaya alias Sunan Kalijaga yang saat itu terkenal sebagai wali yang penuh karomah dan bijaksana. Dalam waktu singkat Saridin lulus dari belajar agama. Saridin memutuskan pulang ke desa asalnya dan mendirikan pondok  bersama anaknya.

Sebelum pulang, Saridin diberi nasehat dan wejangan kepada Saridin agar pandai-pandai menyimpan karomahnya. “Ngger anakku Saridin, kamu saya berikan gelar Syekh Jangkung yang artinya doa agar kamu bisa njangkung lan njampangi kaum disekitar tempat tinggalmu kelak. Semua karomahmu terjadi atas ijin Allah SWT dan simpanlah baik-baik karomahmu untuk berdakwah. Jangan pernah sombong dan mempertunjukkan karomahmu bila tidak perlu,” kata Sunan Kalijaga.

“Baik Bopo Guru Sejatiku,” kata Saridin.

Singkat cerita,  Saridin pulang ke kampung halamannya di Pati melintasi hutan roban yang saat itu sangat ditakuti karena kerajaan siluman. Banyak korban dari masyarakat yang hilang di hutan karena menjadi makanan siluman-siluman di hutan besar yang angker ini. Dalam waktu singkat Saridin berhasil mengalahkan raja siluman dan membuat masyarakat di sekitar hutan aman bisa membangun rumah-rumah di sana. Atas jasanya ini, raja Mataram saat itu menghadiahi Saridin dengan menikahi Retno Jinoli, kakak dari Sultan Agung.

Pasangan Saridin-Retno Jinoli ini akhirnya memiliki keturunan, sang anak yang dinamakan: Momok. Sedangkan Retno Jinoli dipanggil dengan panggilan kesayangan Mbokne Momok.

Dikisahkan, Saridin dan sang anak lelakinya, Momok membangun pondok pesantren di Desa Landoh –ini desa terakhir sampai Saridin wafat. Untuk menghidupi pondok, mereka babat alas dan membuat sawah serta menjadi petani. Untuk memudahkan pekerjaan, Saridin memiliki kerbau untuk membajak sawah.

Suatu hari, karena kelelahan dipakai untuk membajak sawah maka kerbau ini mati. Saridin pun datang dan meniup kepala kerbau. Ajaib, kerbau itu bangun dan hidup kembali. Kerbau itu disebut kerbau landoh –karena berasal dari kerbau Desa Landoh.  Kerbau yang didoakan saridin agar hidup kembali ini memang istimewa karena setelah kerbau ini benar-benar mati karena usia tua, bila seseorang memiliki jimat berupa sisa kulit dan tulang belulangnya maka seseorang itu bisa kebal terhadap semua jenis senjata.  Hingga saat ini, sisa bangkai kerbau landoh itu masih disimpan di museum sederhana di area makam Syekh Jangkung/ Saridin.

Di akhir hayatnya, Syekh Jangkung/Saridin  berpesan agar kelak kalau dirinya wafat maka kerbau landoh itu juga harus disembelih. Para santri dan keluarganya benar-benar melaksanakan pesan ini ketika Syekh Jangkung wafat. Daging kerbau landoh dibagi-bagikan ke warga sekitar pondok dan hingga saat ini kebiasaan membagi-bagikan daging kerbau itu masih dilestarikan masyarakat Pati bagian selatan khusunya desa Kayen, Sukolilo, Gabus, dan Winong.

Posting Komentar

0 Komentar